28 Oktober 2009

AHLUS SUNNAH, ORANG-ORANG YANG TERASING

AHLUS SUNNAH, mereka adalah umat yang baik dan jumlahnya sangat sedikit, yang hidup di tengah umat yang sudah rusak dari segala sisi.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Berbahagialah orang yang asing itu (mereka adalah) orang-orang baik yang berada di tengah orang-orang yang jahat. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada orang yang mengikuti mereka." (Shahih, HR. Ahmad, Lihat Shahihul Jami' no. 3921)

Ibnul Qoyyim dalam kitabnya Madarijus Salikin 3/199-200, berkata: "Ia adalah orang asing dalam agamanya dikarenakan rusaknya agama manusia, asing pada berpegangnya dia terhadap sunnah dikarenakan berpegangnya manusia terhadap bid'ah, asing pada keyakinannya dikarenakan telah rusaknya keyakinan mereka, asing pada shalatnya dikarenakan jeleknya shalat mereka, asing pada jalannya dikarenakan sesat dan rusaknya jalan mereka, asing pada nisbahnya dikarenakan rusaknya nisbah mereka, asing dalam pergaulannya bersama mereka dikarenakan bergaul dengan apa yang tidak diinginkan oleh hawa nafsu mereka."

Kesimpulannya, dia asing dalam urusan dunia dan akhiratnya dan dia tidak menemukan seorang penolong dan pembela. Dia sebagai orang yang berilmu di tengah orang-orang jahil, pemegang sunnah di tengah ahlu bid'ah, penyeru kepada Allah dan Rasul-Nya di tengah orang-orang yang menyeru kepada hawa nafsu dan bid'ah, penyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari kemungkaran di tengah kaum di mana yang ma'ruf menjadi munkar dan yang munkar menjadi ma'ruf."

Ibnu Rajab rahimahullah dalam kitab Kasyfu Al Kurbah fi Washfi Hal Ahli Gurbah hal. 16-17 mengatakan:
"Fitnah syubhat dan hawa nafsu yang menyesatkan inilah yang telah menyebabkan berpecahnya ahli kiblat menjadi berkeping-keping. Sebagian mengkafirkan yang lain sehingga mereka menjadi bermusuh-musuhan, berpecah belah, dan berpartai-partai yang dulunya mereka berada di atas satu hati. Dan tidak ada yang selamat dari semuanya ini melainkan satu kelompok. Merekalah yang disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

"Dan terus menerus ada sekelompok dari umatku yang membela kebenaran dan tidak ada seorang pun yang mampu memudharatkannya dari siapapun yang menghinakan dan menyelisihi mereka, sampai datangnya keputusan Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu."

Mereka adalah orang yang berada di akhir jaman dalam keadaan asing yang telah disebutkan dalam hadits, yaitu orang-orang yang memperbaiki ketika rusaknya manusia. Merekalah orang-orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak oleh manusia dari sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Merekalah orang-orang yang lari dengan membawa agama mereka dari fitnah. Mereka adalah orang-orang yang sedikit di tengah-tengah kabilah dan terkadang tidak didapati pada sebuah kabilah kecuali satu atau dua orang, bahkan terkadang tidak didapati satu orangpun sebagaimana permulaan Islam.

Dengan dasar inilah, para ulama menafsirkan hadits ini. Al Auza'i rahimahullah mengatakan tentang sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
"Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing."

Adapun Islam itu tidak akan pergi akan tetapi Ahlus Sunnah yang akan pergi sehingga tidak tersisa di sebuah negeri melainkan satu orang." Dengan makna inilah didapati ucapan salaf yang memuji sunnah dan mensifatinya dengan asing dan mensifati pengikutnya dengan kata sedikit." (Lihat Kitab Ahlul Hadits Hum At Thoifah Al Manshurah hal. 103-104)

Demikianlah sunnatullah para pengikut kebenaran. Sepanjang perjalanan hidup selalu dalam prosentase yang sedikit.

Allah berfirman:
"Dan sedikit dari hamba-hambaku yang bersyukur." (Saba': 13)

Dari pembahasan singkat ini, akan jelas siapakah sebenarnya Ahlus Sunnah itu dan siapa-siapa yang hanya mengaku-aku Ahlus Sunnah. Benarlah ucapan seorang penyair yang mengatakan:

Semua orang mengaku telah menggapai si Laila. Akan tetapi si Laila tidak mengakuinya.

Jadi, Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti Al Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman salafush shalih.

Wallahu a'lam.


Sumber: Majalah Syari'ah, No. 02/I/Rabi'ul Awwal/1424 H/Mei 2003, hal. 8.