30 November 2009

JILBAB SESUAI SYARIAT

TANYA: Bagaimana jilbab yang sesuai dengan syariat? Mohon penjelasannya, Jazakallahu khairan katsiran.

JAWAB: Jilbab yang sesuai dengan syariat apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Menutupi seluruh badan.

2. Tidak diberi hiasan-hiasan hingga mengundang pria untuk melihatnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Katakanlah (ya Muhammad) kepada wanita-wanita yang beriman: hendaklah mereka menundukkan pandangan mata dan menjaga kemaluan mereka, dan jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa nampak darinya. Hendaklah mereka meletakkan dan menjulurkan kerudung di atas kerah baju mereka (dada-dada mereka)..." (An-Nuur: 31)

3. Tebal tidak tipis.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Akan ada nanti di kalangan akhir umatku para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya mereka telanjang..."

Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"...laknatlah mereka karena sesungguhnya mereka itu terlaknat." (HR. Ath Thabrani dalam Al Mu'jamush Shaghir dengan sanad yang shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam kitab beliatt Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah, hal. 125)

Kata Ibnu Abdil Baar rahimahullah: "Yang dimaksud Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya (di atas) adalah para wanita yang mengenakan pakaian dari bahan yang tipis yang menerawangkan bentuk badan dan tidak menutupinya maka wanita seperti ini istilahnya saja mereka berpakaian tapi hakikatnya mereka telanjang."

4. Lebar tidak sempit.
Usamah bin Zaid rahimahullah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memakaikan aku pakaian Qibthiyah yang tebal yang dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau maka aku memakaikan pakaian itu kepada istriku. Suatu ketika beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Mengapa engkau tidak memakai pakaian Qibthiyah itu?" Aku menjawab: "Aku berikan kepada istriku." Beliau berkata: "Perintahkan istrimu agar ia memakai kain penutup setelah memakai pakaian tersebut karena aku khawatir pakaian itu akan menggambarkan bentuk tubuhnya." (Diriwayatkan oleh Adl Dliya Al Maqdisi, Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan, kata Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Jilbab, hal. 131)

5. Tidak diberi wangi-wangian.
Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian lalu ia melewati sekelompok orang agar mereka mencium wanginya maka wanita itu pezina." (HR. An Nasai, Abu Daud dan lainnya, dengan isnad hasan kata Syaikh Al-Albani dalam Jilbab, hal. 137)

6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu mengatakan:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Jilbab, hal. 14)

7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.
Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam banyak sabdanya memerintahkan kita untuk menyelisihi orang-orang kafir dan tidak menyerupai mereka baik dalam hal ibadah, hari raya/perayaan ataupun pakaian khas mereka.

8. Bukan merupakan pakaian untuk ketenaran,
yakni pakaian yang dikenakan dengan tujuan agar terkenal di kalangan manusia, sama saja apakah pakaian itu mahal/mewah dengan maksud untuk menyombongkan diri di dunia atau pakaian yang jelek yang dikenakan dengan maksud untuk menampakkan kezuhudan dan riya.

Berkata Ibnul Atsir: Pakaian yang dikenakan itu masyhur di kalangan manusia karena warnanya berbeda dengan warna-warna pakaian mereka hingga manusia mengangkat pandangan ke arahnya jadilah orang tadi merasa bangga diri dan sombong. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Siapa yang memakai pakaian untuk ketenaran di dunia maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada hari kiamat kemudian dinyalakan api padanya." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dengan isnad hasan kata Syaikh Al Albani dalam Jilbab, hal. 213)

Demikian kami nukilkan jawaban untuk saudari dari kitab Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah yang ditulis oleh Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah. Wallahu a'lam bish-shawab.


Sumber: Majalah Syari'ah, No. 03/I/Rabi'ul Akhir 1424 H/Juni 2003, hal. 58-59.