07 November 2009

MAKANAN SYUBHAT

TANYA: Kepada pengasuh majalah Syariah yang kami hormati. Berikut surat ini kami tulis karena ada beberapa pertanyaan yang ingin kami tanyakan.
Dalam ingatan ana yang tersamar, pernah berazzam (bahkan dengan melafadzkannya) untuk tidak memakan daging ayam potong dan mie instan serta seluruh makanan yang tidak thoyyib dan belum jelas halalnya. Karena seingat ana, makanan tadi bila disembelih tidak melafadzkan nama Allah shallallahu 'alaihi wasallam maka haram dan para ahlul hadits meninggalkan makanan semacam tadi. Nah suatu ketika, tetangga ana memberi ana makanan tadi. Sebagai tetangga yang baik ana memakannya. Apakah ana berdosa?
Jazaakumullahu khairan katsiran.

Dijawab oleh Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah an Nawawi:

Selama anda tidak mengharamkan untuk diri sendiri, maka tidak ada larangan atau kewajiban untuk membayar apa saja. Lain halnya kalau anda mengharamkan diri anda untuk makan daging ayam potong dan mie instant. Untuk mengharamkan dan menghalalkan sesuatu itu harus ada dalil dari Al Kitab dan As Sunnah. Karena kita punya kaidah, yang halal adalah apa yang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Kalau seandainya kita belum jelas terhadap keadaan ayam potong itu, maka bagi anda ini masuk dalam kategori syubhat. Bukan berarti hukum ini bisa ditimpakan kepada orang lain. Karena bisa jadi orang lain mengerti bahwa yang memotong ayam tersebut adalah muslim dan membaca Bismillah, misalnya.

Kalau memang dia memiliki azzam untuk meninggalkan hal yang demikian itu, terlebih kalau diiringi sikap wara' (menjaga diri dari perkara-perkara yang belum jelas), ini tentu akan mendapat fadhillah (keutamaan) dari Allah. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari sahabat Abu Abdillah Nu'man bin Basyr, bahwa Rasulullah berkata:
"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara yang masih samar (syubhat). Barangsiapa yang menjaga diri dari perkara yang syubhat itu maka ia telah menjaga diri dan agamanya." (Shahih, HR. Bukhari-Muslim)

Kalau memang anda menganggap barang-barang tersebut masih samar (syubhat) dan berusaha meninggalkannya, maka mudah-mudahan Allah memberikan fadhillah. Sekali lagi, keadaan syubhat ini bagi anda sendiri dan tidak boleh memaksa orang lain untuk bersikap sama. Karena bisa jadi bagi orang lain barang-barang tersebut bukan merupakan syubhat.

Kalau saudara anda yang memberikan daging ayam itu adalah muslim, maka dihukumi secara dhahir, yaitu sebagai orang muslim yang sembelihannya adalah halal. Karena Allah dan Rasul-Nya memerintahkan agar menghukumi seseorang itu sesuai dengan dhahirnya. Kalau dia seorang muslim maka praduga kita dia menyembelih dengan mengucapkan bismillah. Jadi tidak mengapa anda makan daging tersebut dan tidak berdosa. Barakallahu fi kum.


Sumber: Majalah Syari'ah, No. 02/I/Rabi'ul Awwal/1424 H/Mei 2003, hal. 26.