23 November 2009

MAKNA KATA 'SYUBHAT'

SYUBHAT, kata Imam Nawawi rahimahullah adalah sesuatu yang tidak jelas halalnya ataupun haramnya, karena itu kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Adapun ulama mereka mengetahui hukumnya dengan nash atau qiyas atau istishaab* atau dengan selainnya." (Syarah Muslim, 11/27-28)

Berkata Ibnu Daqiqil Ied rahimahullah: "Syubhat adalah setiap perkara di mana dalil-dalil yang ada dari Al Qur'an dan As Sunnah kelihatannya seperti bertentangan dan maknanya saling tarik menarik, maka menahan diri darinya merupakan sikap wara (kehati-hatian)." (Syarhul Arbain An Nawawiyah/29)

Dengan pengertian di atas dapat kita pahami bahwasanya perkara syubhat itu hanya tersamarkan bagi sebagian orang, adapun bagi sebagian yang lainnya tidak tersamarkan. Dan penilaian syubhat itu sendiri bukan pada dzatnya tapi kembali pada pandangan orang yang menilainya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidaklah meninggalkan sesuatu yang wajib hukumnya melainkan Dia telah menerangkannya dan menegakkan dalil terhadapnya. Hanya mungkin dalil tersebut tersamarkan bagi kebanyakan manusia kecuali orang-orang yang khusus dari kalangan ulama, sebagaimana disebutkan dalam sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:
"(ada perkara syubhat) yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya."

Dari sini dipahami bahwa ada sebagian manusia yang mengetahuinya walaupun jumlahnya sedikit. (Aunul Ma'bud, 9/128, dinukilkan dari Al Khththabi secara makna)

Namun dalam keadaan lain, terkadang seorang ulama (mujtahid) juga mendapatkan kesamaran apabila tidak tampak baginya mana yang kuat dari dua dalil yang ada, apakah sisi halalnya ataukah sisi haramnya. (Fathul Bari, 1/158)

Wallahu a'lam bish-shawab.

Footnote:
*) Istishaab adalah menetapkan sesuatu berdasar keadaan yang berlaku sebelumnya, hingga adanya dalil yang menunjukkan adanya perubahan keadaan itu.


Sumber: Majalah Syari'ah, No. 03/I/Rabi'ul Akhir 1424 H/Juni 2003, hal. 36.