12 November 2009

QALBU YANG BERPENYAKIT

ALLAH Azza wa Jalla berfirman:
"...dalam qalbu mereka ada penyakit maka Allah Subhanahu wa Ta'ala tambahkan pada mereka penyakitnya." (Al Baqarah: 10)

Dalam ayat lain: "...sehingga berkeinginanlah orang-orang yang dalam qalbunya ada penyakit." (Al Ahzab: 32)

Jika qalbu sakit, akan rusak niat dan penilaiannya. Penilaiannya rusak sehingga menilai sesuatu dengan syubhat, akhirnya tidak mampu melihat yang hak atau melihat yang hak sebagai sesuatu yang batil. Niatnya rusak sehingga membenci kebenaran yang bermanfaat dan mencintai kebatilan yang mencelakakan. Oleh karenanya, terkadang maradh (sakit) dalam Al Qur'an ditafsiri dengan keraguan dan terkadang ditafsiri dengan syahwat hawa nafsu.

Maradh sendiri lebih ringan dari mati. Qalbu akan mati disebabkan kebodohan total dan akan sakit dengan adanya sebagian kebodohan. Ia bisa mati dan bisa sakit, bisa hidup dan sembuh. Hidup mati atau sakit sembuhnya qalbu lebih besar masalahnya daripada hidup mati dan sakit sembuhnya jasmani. Hati yang sakit jika dihinggapi syubhat atau syahwat, sakitnya akan parah. Sebaliknya, datangnya nasehat serta kata-kata yang bermanfaat akan menyebabkan baiknya dan sembuhnya qalbu.

Maka qalbu yang berpenyakit adalah yang masih hidup tapi berpenyakit. Artinya, dia punya dua kekuatan yang kadang menyeretnya kepada hal-hal yang baik dan pada waktu lain, ada yang menyeretnya kepada yang jelek. Itu semua tergantung kepada yang menang. Berarti sebenarnya, ia memiliki cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, iman, ikhlas dan tawakal kepadanya, yang menjadikan hatinya hidup.

Tapi ia juga memiliki kecintaan kepada syahwat, mengutamakannya, dan berambisi untuk mendapatkannya. Juga punya dengki, sombong, bangga diri, suka sanjungan, dan sifat merusak dengan kepemimpinannya, yang menjadikan qalbunya hancur dan binasa. Ia teruji antara dua ajakan ini, ajakan yang menyeru kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rasul-Nya, dan rumah akhirat, serta ajakan yang menyeru kepada kenikmatan dunia yang segera, maka dia akan menyambut yang paling dekat pintunya kepadanya.

Wallahu a'lam bish-shawab.


Sumber: Majalah Syari'ah, No. 02/I/Rabi'ul Awwal/1424 H/Mei 2003, hal. 43-44.