12 November 2009

QALBU YANG KERAS

ALLAH Subhanahu wa Ta'ala:
"Apakah orang yang Allah Subhanahu wa Ta'ala lapangkan dadanya untuk menerima agama Islam sehingga ia berada di atas cahya dari Rabbnya (sama dengan yang membatu qalbunya)? Maka celakalah bagi yang keras qalbunya untuk berdzikir kepada Allah. Mereka berada dalam kesesatan yang nyata." (Az Zumar: 22)

Jika qalbu itu keras, maka akan hilang kelembutan dan kasih sayang serta kekhusyu'an dari qalbunya. Jadi itu adalah qalbu yang padat dan kering, seolah-olah batu tidak bisa berbekas, tidak tertulis iman padanya, dan tidak tergores padanya ilmu, karena ilmu menuntut tempat yang lembut dan dapat menerima.

Dengan kata lain, ia adalah qalbu yang tidak punya kehidupan. Ia tidak kenal Rabbnya, tidak beribadah kepada-Nya dengan perintah-Nya atau dengan apa yang diridhai dan dicintai oleh-Nya. Bahkan ia berdiri di antara syahwat dan kenikmatan meskipun dibenci dan dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ia tidak peduli dengan itu jika telah puas syahwatnya. Allah benci atau suka.

Ia menghambakan diri kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan cintanya, takutnya, harapannya, ridhanya, bencinya, pengagungannya, dan penghinaannya. Jika ia suka, suka karena hawa nafsunya. Kalau benci, karena hawa nafsunya. Kalau memberi, karena hawa nafsunya. Kalau menahan, karena hawa nafsunya. Hawa nafsunya lebih ia utamakan dan lebih ia cintai dari pada keridhaan Ilahi. Hawa nafsunya menjadi panutannya, syahwat menjadi penuntunnya, kebodohan menjadi pembimbingnya, dan lalai menjadi tunggangannya.

Pikirannya penuh dengan ambisi untuk memenuhi segala tujuannya, tenggelam dalam cinta kenikmatan fana. Diajak kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan rumah akhirat dari tempat yang jauh, namun tidak menyambutnya bahkan mengekor setiap setan yang durhaka. Dia dibuat suka atau benci oleh dunia. Hawa nafsu membuatnya buta kecuali dari yang batil.

Bercampur dengan orang yang hatinya semacam ini akan mendatangkan penyakit. Bergaul dengannya mendatangkan racun, dan bermajelis dengannya berarti kehinaan.

Wallahu a'lam bish-shawab.


Sumber: Majalah Syari'ah, No. 02/I/Rabi'ul Awwal/1424 H/Mei 2003, hal. 44.