25 Oktober 2009

HUKUM-HUKUM SEPUTAR HAID

BANYAK sekali hukum-hukum yang berkaitan dengan haid namun karena terbatasnya ruang maka kami mencukupkan dengan apa yang kami sebutkan berikut ini:

a) Shalat dan Puasa

Wanita haid diharamkan untuk mengerjakan shalat dan puasa, baik yang wajib maupun yang sunnah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Bukankah jika wanita itu haid ia tidak melaksanakan shalat dan tidak puasa? Maka itulah yang dikatakan setengah agamanya." (Shahih, HR. Bukhari dalam shahihnya no. 304, 1951 dan Muslim no. 79)

Adapun puasa wajib (Ramadhan) yang dia tinggalkan harus dia qadha (ganti) di hari yang lain saat suci, sedangkan shalat tidak ada kewajiban mengqadhanya, berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, ketika ada yang bertanya kepadanya: "Apakah salah seorang dari kami harus mengqadha shalatnya bila telah suci dari haid?"

Aisyah pun bertanya dengan nada mengingkari: "Apakah engkau wanita Haruriyah? Kami dulunya haid di masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau tidak memerintahkan kami mengganti shalat." (HR. Bukhari no. 321)

Dalam riwayat Muslim, Aisyah mengatakan: "Kami dulunya ditimpa haid maka kami hanya diperintah mengqadha puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha shalat." (Shahih, HR. Muslim no. 69)

b) Thawaf di Baitullah

Wanita haid haram untuk thawaf di Ka'bah baik thawaf yang wajib maupun yang sunnah. Rasululullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu 'anha yang ditimpa haid saat sedang melakukan haji:
"Lakukanlah semua yang diperbuat oleh orang yang berhaji. Namun jangan engkau thawaf di Ka'bah hingga engkau suci." (Shahih, HR. Muslim dalam Shahihnya juz 4, hal. 30, Syarah Nawawi)

Adapun amalan haji yang lain seperti sa'i, wuquf di Arafah, dan sebagainya tidak ada keharaman untuk dikerjakan oleh wanita yang haid.

c) Jima' (bersetubuh)

Diharamkan bagi suami untuk menggauli istrinya yang sedang haid pada farji (kemaluannya) dan diharamkan pula bagi istri untuk memberi kesempatan dan memperkenankan suaminya untuk melakukan hal tersebut. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: "...maka jauhilah (tidak boleh jima') oleh kalian para istri ketika haid dan janganlah kalian mendekati mereka (untuk melakukan jima') hingga mereka suci." (Al Baqarah: 222)

Selain jima', dibolehkan bagi suami untuk melakukan apa saja terhadap istrinya yang sedang haid karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Perbuatlah segala sesuatu kecuali nikah (yakni jima')." (HR. Abu Daud no. 2165, dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam kitab beliau "Shahih Sunan Abi Daud" no. hadits 1897)

d) Talak

Ketika istri sedang haid, haram bagi suaminya untuk mentalaknya berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Wahai Nabi, apabila kalian hendak menceraikan para istri kalian maka ceraikanlah mereka pada saat mereka dapat (menghadapi) iddahnya...." (Ath Thalaq: 1)
... (selengkapnya baca artikel: Hukum Mentalak Istri Ketika Haid)

e) Masa iddah wanita yang bercerai dari suaminya

Perhitungan masa iddah wanita yang bercerai dari suaminya dalam keadaan ia tidak hamil adalah dengan tiga kali haid, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Wanita-wanita yang ditalak suaminya hendaklah menahan diri mereka (menunggu) selama tiga quru..." (Al Baqarah: 228)

f) Mandi Haid

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy radhiyallahu 'anha:
"Tinggalkanlah shalat sekedar hari-hari yang engkau biasa haid padanya, dan jika telah selesai haidmu mandilah dan shalatlah." (Shahih, HR. Bukhari no. 325)
.... (selengkapnya baca artikel: Tata Cara Mandi Haid)


Sumber: Majalah Syari'ah, No. 01/I/Shafar/1424 H/April 2003, hal. 56-58.