19 November 2009

BATASAN MASA NIFAS

KAITANNYA dengan masa nifas, para ulama berselisih pendapat tentang batasannya. Imam Malik rahimahullah berpendapat, tidak ada batasan minimalnya, demikian pula Imam Syafi'i rahimahullah. Abu Hanifah rahimahullah berpendapat, ada batasan minimalnya yaitu 25 hari. Murid Abu Hanifah bernama Abu Yusuf berpandangan minimalnya 11 hari. Sedangkan Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata minimalnya 20 hari.

Adapun batasan maksimalnya, Imam Malik rahimahullah suatu kali berpendapat 60 hari, kemudian meralatnya dan berkata: "Tentang hal itu ditanyakan kepada para wanita."

Imam Syafi'i rahimahullah juga berpendapat 60 hari. Mayoritas ulama dari kalangan shahabat radhiyallahu 'anhum berpendapat 40 hari, demikian pula Abu Hanifah. Adapula yang membedakan anak laki-laki dan anak perempuan. Bila yang lahir laki-laki maka maksimalnya 30 hari, sedangkan anak perempuan 40 hari.

Perselisihan ini sendiri disebabkan sulitnya menentukan hal tersebut dengan pengalaman yang ada karena berbedanya keadaan para wanita dalam mengalami nifas dan juga tidak ada sunnah yang bisa diamalkan dalam hal ini. (Lihat Bidayatul Mujtahid wan Nihayatul Muqtashid, Ibnu Rusyd Al Qurthubi, hal. 48)

Asy Syaikh Ali bin Abi Bakar bin Abdul Jalil Al Farghani, penulis kitab Bidayatil Mubtadi dengan syarahnya Al Hidayah (sebuah kitab fiqih bermadzab Hanafi) menyatakan: "Tidak ada batasan minimal masa nifas dan waktu maksimalnya adalah 40 hari, lebih dari itu dianggap istihadhah. Apabila darah yang keluar itu melampaui waktu 40 hari sementara wanita tersebut pernah melahirkan sebelumnya dan ia memiliki 'adat (kebiasaan) dalam nifas, maka dikembalikan urusannya pada hari-hari 'adatnya (yakni waktu nifasnya yang belakangan disamakan dengan nifasnya yang sebelumnya -pent). Apabila ia tidak memiliki 'adat maka permulaan nifasnya adalah 40 hari." (Lihat Al Hidayah Syarhu Bidayatil Mubtadi ma'a Nashbur Raayah Takhrij Ahaaditsil Hidayah, juz pertama hal. 292-293)

Dalam kitab Nailul Authar karya Imam Asy Syaukhani rahimahullah disebutkan nama-nama para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan orang-orang setelah mereka dari kalangan ahli ilmu yang berpendapat maksimal lamanya nifas 40 hari. Yaitu Ali bin Abi Thalib, Umar ibnul Khaththab, Utsman bim Affan, Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq, Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiyallahu 'anhum, Atha', Sufyan Ats Tsauri, Asy Sya'bi, Al Mazani, Ahmad ibn Hanbal, Malik bin Anas, Al Hadi, Al Qasim, An Nashir, Al Muayyad Billah dan Abu Thalib. Mereka berdalil dengan hadits Ummu Salamah radhiyallahu 'anha berikut ini:
"Ummu Salamah radhiyallahu 'anha berkata: "Para wanita yang mengalami nifas di masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, mereka berdiam selama 40 hari (meninggalkan shalat selama 40 hari, pent.)...." (Hadits riwayat imam yang lima (Al Khamsah) kecuali Nasa'i, lihat Nailul Authar 1/393)

Namun hadits di atas mendapat kritikan dari para ulama karena adanya perawi yang majhul (tidak diketahui).

Dan memang kata para ulama, semua hadits yang menetapkan batasan waktu nifas tidak lepas dari perbincangan. (Lihat Nashbur Raayah li Ahaaditsil Hidayah oleh Al 'Allamah Jamaluddin Az Zaila'i rahimahullah, juz 1 hal. 292-296). Sehingga tidak ada penetapan waktu yang pasti bila disandarkan dengan dalil.

Mayoritas ulama menetapkan batasan 40 hari. Tirmidzi rahimahullah berkata: "Telah sepakat ulama dari kalangan para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tabi'in, dan orang-orang setelah mereka bahwasanya wanita nifas meninggalkan shalat selama 40 hari kecuali ia melihat dirinya telah suci sebelum itu. Maka ia mandi dan mengerjakan shalat bila telah masuk waktunya."

Apabila ia melihat darah keluar dari kemaluannya setelah lewat 40 hari maka mayoritas ulama berkata: "Ia tidak boleh meninggalkan shalat setelah lewat 40 hari," dan ini pendapat mayoritas ahli fiqih (fuqaha) dan dengan ini berpendapat Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashri, bahwa wanita nifas meninggalkan shalat selama 50 hari apabila ia belum melihat dirinya suci. Diriwayatkan dari Atha' bin Abi Rabah dan Sya'bi batasan 60 hari." (Lihat Al Jami'us Shahih/ Sunan Tirmidzi, juz 1, hal. 93)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam tulisannya berjudul Al-Asma'ul latii 'Allaqa Asy Syari'ul Ahkam Bihaa hal. 37 berkata: "Tidak ada batasan waktu maksimal dan minimalnya nifas. Seandainya seorang wanita yang telah melahirkan ditakdirkan melihat darah keluar dari kemaluannya selama lebih dari 40 hari atau 60 atau 70 hari, setelah itu berhenti (tidak keluar lagi) maka darah itu adalah darah nifas. Akan tetapi bila keluar terus maka darah tersebut adalah darah fasad (darah penyakit). Dan ketika keadaannya demikian, batasan nifas adalah 40 hari karena ini batasan secara umum yang atsar datang menyebutkannya."

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah berkata setelah menukilkan ucapan Ibnu Taimiyah di atas: "Berdasarkan hal ini, apabila seorang wanita yang sedang nifas darahnya keluar lebih dari 40 hari sementara dulunya dia punya kebiasaan darah akan berhenti setelah 40 hari (yakni tidak tampak lagi keluarnya darah dari kemaluan setelah lewat 40 hari, pent.), atau tampak tanda-tanda akan berhentinya darah, maka ia menanti hingga darah tersebut terhenti. Jika ternyata darahnya tidak berhenti, ia mandi ketika telah selesai waktu 40 hari, karena ini yang umum. Kecuali bila bertemu masa nifas dan haidnya, maka ia menunggu hingga selesai masa haid (barulah setelahnya ia mandi). Apabila darah telah berhenti keluar setelah itu, maka semestinya dia jadikan hal tersebut sebagai 'adat yang akan ia gunakan di waktu mendatang. Bila darah terus keluar, berarti wanita tersebut ditimpa istihadhah. Seandainya darah nifas telah berhenti keluar sebelum genap 40 hari, maka wanita tersebut dihukumi suci. Dia wajib mandi, shalat, puasa dan boleh berhubungan badan dengan suaminya, kecuali bila waktu berhentinya darah itu kurang dari sehari maka tidak ada hukum baginya. Hal ini disebutkan dalam Al Mughni." (Risalah fid Dima', hal. 52)

Apabila seorang wanita berhenti nifasnya sebelum 40 hari namun setelah itu keluar lagi darah dari kemaluannya, apakah ia masih terhitung nifas?
Jawabnya, selama darah itu keluar di saat memungkinkan darah tersebut dianggap darah nifas, berarti ia masih nifas. Jika tidak, maka darah itu adalah darah haid kecuali bila terus menerus keluar, maka darah itu adalah istihadhah. Al Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata: "Bila si wanita melihat darah keluar dari kemaluannya setelah darah terputus selama dua atau tiga hari, maka darah itu masih teranggap nifas. Kalau tidak, maka darah itu darah haid." (Lihat Risalah fid Dima' hal. 55)
Wallahu a'lam bish-shawab.


Sumber: Majalah Syari'ah, No. 02/I/Rabi'ul Awwal/1424 H/Mei 2003, hal. 56-58.